Pernahkah kamu merasa bimbang ? Seakan kamu terperangkap dalam sunyi, tiada yang mendengar maupun mengulurkan tangan untukmu ? Ya.. itulah yang aku rasakan, merasa sepi bak terasing dalam gelap. Tak Ada teman yang menghampiriku. Kemanakah malaikat penolong itu ? Akankah Ia datang melepaskan diriku yang suram ini?
Leanita, itulah namaku. Aku memiliki dua sahabat yang setia dan selalu ada bagiku. Mereka adalah dua dari ribuan orang di dunia ini dan sudah menjadi bagian hidupku yang mendalam. Persahabatan yang selama ini, yang kuanggap baik-baik saja ternyata kan berakhir begitu cepat. Awan menutup matahari di pagi itu, hujan mulai turun dan semakin deras. Lena dan Sean datang menghampiriku yang sedang termenung menatap langit. Ya, mereka adalah kedua sahabatku. "Nit, ayo cepat kita harus segera masuk ke kelas ! "ucap Sean. "Iyaaa, jangan melamun aja dong, ada yang penting nih !" ejek Lena kepadaku.
Sesampai di kelas kami mendapatkan tugas yang membutuhkan pertanggung jawaban yang besar, yaitu menjadi utusan untuk menjalankan dan mengorganisir acara sekolah tahunan. Selama 2 bulan kami melaksanakan dan menjalaninya dengan sungguh-sungguh. Maka dari itu kami berjanji akan mencapai keberhasilan acara ini. Di malam sebelum acara, Lena mengajakku untuk menjahili Sean. Awalnya aku pikir kita hanya bersembunyi sebentar, tapi ternyata juga menakutinya. Akhirnya kami berhasil menakutinya, Sean hanya terkejut tetapi ia marah dan cepat-cepat menuruni tangga, aku mencoba memanggilnya dan Lena mengejarnya. Ketika aku menuruni anak tangga, tiba-tiba terdengar suara jatuh dan teriakan. Aku segera mendekati sumber suara itu. Detak jantungku berdetak cepat dan keringat dingin mulai turun, kakiku gemetar dan diriku membeku. Sean menangis dan terlihat ketakutan, Lena terjatuh dari tangga dan tertimpa palang panggung yang bertumpukan. Dirinya tak sadarkan diri dan aku meraih HP-ku menelepon ambulance dan meneriakan pertolongan. Setelah kejadian itu, acara sekolah yang seharusnya diadakan menjadi batal akibat kecelakaan itu. Aku dan Sean hanya dapat menerima cemoohan murid lain termasuk teman sekelasku yang marah dan mengasingkan kami. Jika kalian bertanya apa kabar dengan Lena, ia masih terbaring di rumah sakit mengalami koma. Pasti kalian tak menyangka hanya tertimpa barang tersebut mengapa sampai koma? Dirinya mengalami gegar otak dengan cedera otak yang berat. Semuanya melupakan keadaan Lena, Sean mulai menjauhiku entah mengapa alasannya.
Beberapa hari kemudian aku datang ke rumah sakit untuk menjenguk Lena, yang kudapat adalah Sean yang menangis di hadapan kedua orang tua Lena. Aku mendekati mereka dan PRAKKK! Ibu Lena menamparku dan memakiku, "Masih berani kamu datang kesini, karna kamu Lena terbaring di ranjang itu dan ketika ia bangun hidupnyapun sudah tak ada harapan lagi. Apakah kamu tahu dirinya akan mengalami kelumpuhan ? Kenapa kamu mendorongnya ? Dia salah apa ?" bentaknya. Spontan aku menjawab pertanyaan itu, "Saya tidak pernah mendorong dirinya hingga terjatuh dan menjadi seperti ini, Tante dapat menanyakannya kepada Sean, percayalah padaku Tan, aku tak melakukannya....." Sean berteriak padaku, "Itu bohong Tante, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, Nita mendorong Lena hingga terjatuh dengan sengaja!" Tak kusangka dirinya mengatakan itu, dadaku terasa begitu sakitnya dan aku mulai meneteskan air mata. "Pergi kamu dari sini! Jangan pernah tunjukkan wajahmu lagi dihadapan Saya dan keluarga Saya! Dasar pendusta!" Teriak Ibu Lena kepadaku.Tak dapat aku melawan maupun memberontak, diriku sudah tak tahan lagi. Aku meninggalkan rumah sakit itu dan mengurungkan diriku di rumah seminggu lamanya.
Padaku hari ku kembali menginjak gedung sekolah semua orang di sana menatapku dengan penuh kebencian, tidak ada yang menerimaku hanya mengejek, merendahkan, menjatuhkan mental dan martabatku. Itu belum cukup sampai disitu, aku harus menerima kenyataan bahwa sahabatku sendiri yang mengkambing hitamkanku, menyebarkan cerita palsu untuk menutupi kesalahannya sendiri. Setiap hari bagaikan neraka, hanya ada hinaan dan siksaan batin dan fisik. Guru tidak ada yang melindungi bahkan, mendengar ucapanku saja tidak sudi. Hidupku berubah seratus delapan puluh derajat dari yang harmonis dan menyenangkan menjadi kesuraman yang tiada ujungnya. Aku mencoba untuk berkomunikasi dengan Sean tapi, Ia selalu saja menghindar atau datang ketika hanya ingin menyiksaku. Aku juga terus berusaha untuk menjenguk Lena, mungkin tidak dalam jarak dekat, tapi setidaknya aku dapat melihat kondisinya. Setiap malam aku menangis, menahan rasa sakit yang semakin membendung. Orang tuaku hanya memandangku dan tidak berbicara banyak padaku, entah apakah mereka juga akan membenciku atau mempercayaiku ? Rasanya aku ingin mati, buat apa aku hidup hanya untuk kesengsaraan ini, di manakah malaikat pertolongan itu ? Dusta itu semua adalah dusta persahabatan, kesetiaan, kebahagiaan tidak ada yang dapat bertahan selamanya. "Hatiku tak sekuat yang kau bayangkan, aku rapuh dan mudah runtuh, tetapi aku harus mampu bertahan...." satu-satunya motivasi yang menopangku.
Lima bulan telah berlalu, kejadian menyakitkan semakin bertambah atau bahkan sangat menyakitkan bagiku. Lena meninggalkan dunia ini, meninggalkan segalanya dan tak akan pernah kembali lagi. Pada bulan ketiga Lena masih belum sadarkan diri dan detak jantungnya semakin melemah, hidupnyapun hanya tergantung pada mesin yang selama ini terpasang pada tubuhnya. Kedua orang tuanya sudah tak mampu lagi untuk membiayai perlengkapan medisnya, dengan terpaksa mereka harus mencabut mesin itu. Aku berusaha untuk ikut serta dalam pemakamannya namun aku ditolak mentah-mentah, sangat perih rasanya, sudah tak dapat kusimpan lagi. Kini aku memaksakan diri until berbicara kepada Sean, walaupun sulit akhirnya aku mampu mengucapkannya. "An kenapa kamu berbohong tentang kejadian ini ?" ucapku kepada Sean. "A....k...uu ga berma..ksud buat berbohong tapi, aku takut karna akulah yang mendorong Lena...." Sean menangis dan gemetar. Aku tak tahu tindakan apa yang harus kulakukan diam atau menyatakan kebenaran ini. Sean memohon padaku until tidak mengatakannga kepada siapapun, tak ada hentinya Ia memohon. Aku mengatakan ya, walaupun sungguh berat bagiku menanggungnya. Keputusan akhirku adalah berbicara kepada orang tuaku tentang masalah ini dan meminta persetujuan untuk pindah sekolah yang cukup jauh. Ayah dan Ibuku mengerti kondisiku dan memahami, memeluk dan menguatkanku. Keesokan harinya aku berhenti ke sekolah itu, orang tuaku mengurusi segala keperluan untuk pindah, oh ya bukan hanya pindah sekolah tetapi orang tuaku memutuskan until pindah rumah. Di Hari sebelum aku pindah, Sean datang dan memberikan surat kepadaku. Aku hanya diam menatapnya lalu segera menyuruhnya pergi. Aku membaca surat iti seminggu setelah ku menerima surat itu.
"Maafkan aku Nit, aku yakin kamu ga akan mungkin maafin aku tapi, semoga kamu setidaknya bersedia untuk membaca suratku ini hingga selesai. Aku tidak bermaksud untuk berdusta kepadamu. Aku tahu ini egois, tapi jika aku menyampaikan yang sebenarnya orang tuaku akan memaki dan mengusirku karna aku telah mencelakai Lena dan menurunkan harkat dan martabat mereka, selama ini mungkin aku tidak bercerita kepadamu dan Lena bahwa kedua orang tuaku selalu menyiksaku melampiaskan amarah mereka kepadaku. Hei tapi aku janji aku akan menyatakan semuanya, seluruh kenyataan pedih yang aku sembunyikan ini. Aku akan menanggungnya semua yang selama ini kamu rasakan, bila memang saatnya aku akan tinggalkan dunia ini membawa segala karma burukku kepadamu dan Lena beserta orang tuanya yang telah kudustai. Sekali lagi aku minta maaf padamu, semoga kau dapat melanjutkan hidup mu di sekolah dan suasana yang baru....".
Dari Sean untuk Leanita
Tak lama kemudian aku menerima kabar bahwa Sean menyatakan kebenaran itu lalu mengakhiri hidupnya. Miris dan tragis tapi, aku tak dapat melakukan apa-apa lagi. Aku menghadiri pemakaman Sean dan hanya dapat menyesal tetapi, waktu tak dapat diputar ulang aku harus tetap maju.
_____________________________________SELESAI_____________________________________________